JAKARTA— Pemerintah sedang menyiapkan beasiswa untuk 8 juta lebih pelajar miskin di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Program yang akan digelar pada tahun 2011 ini diproyeksikan akan menghabiskan dana sekitar Rp14,9 triliun lebih.
Alokasi beasiswa bagi siswa tidak mampu ini masing-masing untuk 5,3 juta siswa SD dan SMP dengan alokasi anggaran sebesar Rp19,5 triliun. 1,3 juta siswa MI dan MTS dengan alokasi anggaran sebesar Rp702 miliar. 892,4 ribu siswa MA dengan alokasi anggaran sebesar Rp304 miliar. 67 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi (PT) dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,2 triliun dan untuk 59,5 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi Agama dengan alokasi anggaran sebesar Rp84 miliar.
Selain menganggarkan beasiswa, Pemerintah juga akan melanjutkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program BOS diberikan baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan operasional sekolah maupun dalam bentuk BOS buku.
Sedangkan dana BOS berdasarkan alokasi jumlah murid, masing-masing dengan alokasi sebesar Rp397.000 untuk SD/MI Kabupaten, Rp400.000 untuk SD/MI kota per murid per tahun, Rp575.000 untuk SMP/MTS koya per murid per tahun. Adapun alokasi dana BOS yang dialokasikan dalam RAPBN 2011 mendatang akan disediakan bagi 44,1 juta siswa tingkat pendidikan dasar dengan total anggaran sebesar Rp19,8 triliun.
"Karena postur APBN kita juga telah mengamanatkan pendidikan harus 20 persen, maka prioritas di 2011 kita tetap berikan perhatian pada pendidikan. Termasuk realokasi anggaran BOS sebesar Rp16,8 triliun dari anggaran Kementrian Pendidikan menjadi alokasi transfer ke daerah," jelas Menteri Keuangan, Agus Martowardojo belum lama ini pada wartawan, di Jakarta.(afz/jpnn)
LES PRIVAT DI SURABAYA MATEMATIKA, LES PRIVAT DI SURABAYA BAHASA INGGRIS, LES PRIVAT DI SURABAYA BAHASA INDONESIA, LES PRIVAT DI SURABAYA IPA, LES PRIVAT DI SURABAYA IPS, LES PRIVAT DI SURABAYA KOMPUTER, LES PRIVAT DI SURABAYA KIMIA, LES PRIVAT DI SURABAYA FISIKA, LES PRIVAT DI SURABAYA BIOLOGI, LES PRIVAT DI SURABAYA. LBB SUPRAUNO - 0857 33333 923 - 08 222 666 1656
- HOME
- PROFILE
- VISI MISI
- JARINGAN USAHA
- CONTACT
- ALAMAT
- KURSUS WEBSITE
- LAYANAN
- KURSUS KOMPUTER
Rabu, 25 Agustus 2010
Tunda Bangun Madrasah Bertaraf Internasional
JAKARTA - Kementerian Agama (kemenag) menunda pembangunan gedung Madrasah Bertaraf Internasional (MBI). Padahal rencananya pertengahan tahun ini Menag akan menyosialisasaikan MBI ke Madrasah Aliyah (MA). Penundaan tersebut diakibatkan adanya perubahan konsep MBI.
Menteri Agama (menag) Suryadharma Ali mengatakan, konsep pembangunan gedung baru MBI dianggap kurang efektif dilakukan dalam waktu dekat. Kata Menag, konsep yang baru lebih dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas MA di Indonesia. "Sebenarnya sudah selesai, hanya kami rubah sedikit," katanya saat ditemui di Jakarta, kemarin malam.
Dia menjelaskan, secara umum konsep MBI sendiri berbeda dengan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang digagas oleh kementerian pendidikan nasional (kemendiknas). "Kalau RSBI harus merintis dari kelas hingga sekolah. Sementara, konsep kami harus mulai dari nol," terangnya.
Untuk mengawali MBI, menag mengaku, harus meningkatkan kualitas MA di Indonesia yang jumlahnya sekitar 4.687 unit. Mantan menteri koperasi dan UKM itu mencontohkan, misalnya MA yang sebelumnya terakreditasi C menjadi B, yang dari B menjadi A. "Nanti dari akreditasi A bisa terus meningkat menjadi MBI," papar menag.
Jika jumlah MA yang terakreditasi A lebih banyak dari MA yang terakreditas B, dan C maka pihaknya siap untuk merealisasikan MBI. Di bagian lain, kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, MBI nantinya bisa diawali dengan membangun gedung sekolah baru. "Dengan kualifikasi luas dan lingkungan memadai," ucapnya.
Menag menjelaskan, penundaan itu juga dikarenakan belum ada daerah yang bersedia menyediakan lahan khusus untuk membangun MBI. "Masih ada beberapa, tapi itu belum kami tindaklanjuti," ujarnya.
Selain lahan, kata menag, pihaknya juga masih kesulitan menyiapkan guru pengajar. Baik guru yang sudah mengantongi S1 dan S2 sebagai standar pendidik untuk mengajar di MBI. "Mencari guru S1 saja kami masih kesulitan. Apalagi S2," tutur menag.
Guru pengajarnya pun harus mengusai bahasa inggris baik aktif maupun pasif. Pasalnya, proses pembelajaran MBI nantinya juga akan menggunakan bahasa inggris. "Dan yang menjadi tantangan, guru harus bisa mengajar dan menjelaskan bahasa arab dengan bahasa Inggris," lanjutnya. (nuq)
Menteri Agama (menag) Suryadharma Ali mengatakan, konsep pembangunan gedung baru MBI dianggap kurang efektif dilakukan dalam waktu dekat. Kata Menag, konsep yang baru lebih dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas MA di Indonesia. "Sebenarnya sudah selesai, hanya kami rubah sedikit," katanya saat ditemui di Jakarta, kemarin malam.
Dia menjelaskan, secara umum konsep MBI sendiri berbeda dengan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang digagas oleh kementerian pendidikan nasional (kemendiknas). "Kalau RSBI harus merintis dari kelas hingga sekolah. Sementara, konsep kami harus mulai dari nol," terangnya.
Untuk mengawali MBI, menag mengaku, harus meningkatkan kualitas MA di Indonesia yang jumlahnya sekitar 4.687 unit. Mantan menteri koperasi dan UKM itu mencontohkan, misalnya MA yang sebelumnya terakreditasi C menjadi B, yang dari B menjadi A. "Nanti dari akreditasi A bisa terus meningkat menjadi MBI," papar menag.
Jika jumlah MA yang terakreditasi A lebih banyak dari MA yang terakreditas B, dan C maka pihaknya siap untuk merealisasikan MBI. Di bagian lain, kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, MBI nantinya bisa diawali dengan membangun gedung sekolah baru. "Dengan kualifikasi luas dan lingkungan memadai," ucapnya.
Menag menjelaskan, penundaan itu juga dikarenakan belum ada daerah yang bersedia menyediakan lahan khusus untuk membangun MBI. "Masih ada beberapa, tapi itu belum kami tindaklanjuti," ujarnya.
Selain lahan, kata menag, pihaknya juga masih kesulitan menyiapkan guru pengajar. Baik guru yang sudah mengantongi S1 dan S2 sebagai standar pendidik untuk mengajar di MBI. "Mencari guru S1 saja kami masih kesulitan. Apalagi S2," tutur menag.
Guru pengajarnya pun harus mengusai bahasa inggris baik aktif maupun pasif. Pasalnya, proses pembelajaran MBI nantinya juga akan menggunakan bahasa inggris. "Dan yang menjadi tantangan, guru harus bisa mengajar dan menjelaskan bahasa arab dengan bahasa Inggris," lanjutnya. (nuq)
Hindari Disparitas Mutu, Kemendiknas Terapkan SPM
JAKARTA - Guna mempersempit kesenjangan mutu pendidikan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menggulirkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan. Wakil Menteri Pedidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menerangkan, penerapan SPM pendidikan dasar ini adalah untuk memastikan tidak ada lagi sekolah yang tak layak disebut sekolah.
"Bisa dikatakan, penerapan SPM ini untuk mewujudkan keterjangkauan memperoleh pendidikan yang sesungguhnya, bukan (yang) semu," ujar Fasli, di Gedung Kemendiknas, Jakarta, Selasa (24/8).
Dijelaskannya, fokus SPM pendidikan dasar ini adalah sekolah/madrasah (SD/MI) dan SMP/MTs. Selain itu, SPM pendidikan ini mencakup pendidikan formal, non-formal dan informal. SPM pendidikan ini, lanjut Fasli, merupakan tahapan yang paling rendah (minimal) untuk mencapai sekolah bermutu. "Tahapan berikutnya adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta tahapan yang paling tinggi adalah sekolah di atas SNP," jelasnya.
Lebih lanjut Fasli menambahkan, Kemendiknas merencanakan SPM pendidikan dasar akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2011. Tim Basic Education Sector Capacity Support Program (BESCSP) akan segera dibentuk oleh Ditjen Mandikdasmen, yang bekerjasama dengan dua lembaga donor asing yakni Bank Pembangunan Asia (ADB) dan masyarakat Eropa.
"Untuk tahapan awal, kita akan menggunakan sampel 5.000 sekolah yang terletak di daerah/kabupaten, dengan anggaran sebesar Rp 18 triliun untuk jangka waktu selama tiga tahun, yakni 2011-2013. Jadi, (anggaran) setiap tahunnya sekitar Rp 6 triliun," sebut Fasli.
Dikatakan lagi, biaya implementasi SPM pendidikan dasar itu, baik dari aspek investasi maupun operasional, bersumber dari anggaran pemerintah pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang dialokasikan secara khusus. Sedangkan untuk biaya operasional, terang Fasli, kalkulasi Tim BESCSP tidak jauh berbeda dengan biaya BOS dan BOS buku yang sudah diluncurkan pemerintah. "Penambahan biayanya tidak terlalu signifkan," imbuhnya.
Dicontohkannya, untuk BOS SD yang ada sekarang sebesar Rp 395 ribu, sedangkan dalam kalkulasi tim adalah sebesar Rp 410 ribu per kepala. Kemudian (dana BOS) untuk siswa SMP sekarang Rp 575 ribu, sedangkan kalkulasi tim adalah Rp 731 ribu. (cha/jpnn)
"Bisa dikatakan, penerapan SPM ini untuk mewujudkan keterjangkauan memperoleh pendidikan yang sesungguhnya, bukan (yang) semu," ujar Fasli, di Gedung Kemendiknas, Jakarta, Selasa (24/8).
Dijelaskannya, fokus SPM pendidikan dasar ini adalah sekolah/madrasah (SD/MI) dan SMP/MTs. Selain itu, SPM pendidikan ini mencakup pendidikan formal, non-formal dan informal. SPM pendidikan ini, lanjut Fasli, merupakan tahapan yang paling rendah (minimal) untuk mencapai sekolah bermutu. "Tahapan berikutnya adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta tahapan yang paling tinggi adalah sekolah di atas SNP," jelasnya.
Lebih lanjut Fasli menambahkan, Kemendiknas merencanakan SPM pendidikan dasar akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2011. Tim Basic Education Sector Capacity Support Program (BESCSP) akan segera dibentuk oleh Ditjen Mandikdasmen, yang bekerjasama dengan dua lembaga donor asing yakni Bank Pembangunan Asia (ADB) dan masyarakat Eropa.
"Untuk tahapan awal, kita akan menggunakan sampel 5.000 sekolah yang terletak di daerah/kabupaten, dengan anggaran sebesar Rp 18 triliun untuk jangka waktu selama tiga tahun, yakni 2011-2013. Jadi, (anggaran) setiap tahunnya sekitar Rp 6 triliun," sebut Fasli.
Dikatakan lagi, biaya implementasi SPM pendidikan dasar itu, baik dari aspek investasi maupun operasional, bersumber dari anggaran pemerintah pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang dialokasikan secara khusus. Sedangkan untuk biaya operasional, terang Fasli, kalkulasi Tim BESCSP tidak jauh berbeda dengan biaya BOS dan BOS buku yang sudah diluncurkan pemerintah. "Penambahan biayanya tidak terlalu signifkan," imbuhnya.
Dicontohkannya, untuk BOS SD yang ada sekarang sebesar Rp 395 ribu, sedangkan dalam kalkulasi tim adalah sebesar Rp 410 ribu per kepala. Kemudian (dana BOS) untuk siswa SMP sekarang Rp 575 ribu, sedangkan kalkulasi tim adalah Rp 731 ribu. (cha/jpnn)
Langganan:
Postingan (Atom)